Rifat Sungkar Ingin Populerkan Drifting
Nama Rifat Sungkar memang sudah tidak asing lagi di dunia rally Indonesia. Pada 2006 lalu, lelaki kelahiran Jakarta, 22 Oktober, dua puluh sembilan tahun yang lalu ini, sukses menjadi empat besar di kejuaraan Rally Asia Pasifik di New Zealand.
Apa makna pembalap untuk Rifat Sungkar?
Dulu, pertama kali balap, yang gue pikirin cuma menang. Makanya, balap tahun pertama dan kedua, gue selalu sekenceng-kencengnya, karena fokus gue adalah menang. Ternyata, result itu nggak selalu benar. Memang bener sekenceng-kencengnya sampai finish. Tapi, ada faktor lain di balik itu semua. Pertama, ada persiapan mobil, persiapan mental, team, dan strategi. Nggak ada gunanya juga mobil kenceng kalau nggak bisa dikontrol. Power is nothing without controll. How to controll the car, ya loe harus belajar. Kejadian di gue adalah mobil gue dulu kenceng banget, tapi gue nggak bisa ngontrolnya, yang overshoot,lah, yang kelewat, lah. Makanya, dibutuhkan strategi dan kontrol yang akan membuat loe tepat ngelakuin semuanya. Dan, semuanya nggak lepas dari belajar, memahami proses loose dan fight. Dan, kombinasi loose dan fight itulah yang akan menghasilkan juara yang benar.
Alasan utama jadi pembalap?
Kalo gue jadi penyanyi agak susah ya, soalnya kakek-nenek gue pembalap, juara Indonesia 1950-an. Ibu gue dan empat adiknya adalah pe-rally. Ibu gue ketemu Ayah gue, di event rally. Ayah gue adalah pemegang pertama Piala Presiden 1970-an. Tahun 80-an sampe early 90-an adalah generasinya adik-adik orang tua gue. Akhirnya turunlah ke gue. Dan karena lingkungan gue adalah pembalap, itu kayak habit. Dan, karena ada kemauan dari gue, makanya gue coba. Sekitar 1994, gue coba gokart, dan gue seriusin mulai 1995. Waktu 1996 mulai gue ikut rally, umur 15 tahun.
Apa yang paling menyenangkan dari pekerjaan ini?
I’ve been travelling everywhere. Ketemu orang baru, ketemu lokasi baru, ketemu budaya baru, kompetisi baru, dan ketemu suasana baru. Dan, itu selalu terjadi. Rally memang olahraga mahal dan gue akui itu. Tapi, dari sana, mereka bisa menghidupi orang-orang yang ada di sekitar daerah rally, karena rally sangat melibatkan banyak orang, dan mostly, di perkebunan. Jadi, jangan bayangin glamornya. Gue ini udah sering jebar-jebur lumpur di sana-sini.
Pernah mengalami kecelakaan?
Pernah. Empat kali, 1999, 2000, 2001, dan 2006. Yang paling parah 2006, gue ngebut 190 km/jam, telat ngerem, overshoot, nabrak jembatan, muter di atas, dan nabrak tebing. Akhirnya, mobilnya bengkok jadi huruf U. Alhamdulillah gue dan navigator nggak apa-apa. Tapi mobilnya completely destroy. Waktu 1999, gue cuma terbalik, biasa. Waktu 2000 gue head on, ‘adu kambing’ depan sama depan. Waktu 2001, gue ngebut 160 km/jam, langsung menghajar tembok. Alhamdulillah gue nggak apa-apa.
Project selanjutnya?
Next project will be Asia Pacific Rally Championship. Subaru Pasific Rally Team. Gue belum bisa janji apa-apa. Tahun ini gue bakal bilang optimis kalau gue nggak akan jadi juara di Asia Pasific karena ini baru tahun kedua gue, sementara partner gue udah 10 tahun di sini. Gue hanya berusaha memperbaiki catatan waktu gue. Kalo tahu kemarin gue empat besar, tahun ini gue usahain tiga besar. Don’t expect too much, lah. Mendingan loe expect dikit tapi loe dapet.
Pendapat Anda soal dunia rally di Indonesia?
Memang tiga tahun terakhir ini makin rame kompetisi, gue salut banget sama Ikatan Motor Indonesia, mereka menciptakan balapan yang murah dan efisien। Misalnya, Jazz One Make Race. Mobilnya sama, mesin standar, bannya sama, semuanya sama. Kalau mobil sama dan mesin sama, yang menang ya yang paling jago nyetirnya. Langkah-langkah yang begitu akan membangun orang untuk lebih berusaha untuk kompetitif. Dan, satu hal lagi, gue pengen ngembangin olahraga drifting di sini.www.indonesianracing.com